Tugas 4 : Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila
sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan yang menggugah kesadaran para
pendiri negara, termasuk Soekarno ketika menggagas ide Philosophische
Grondslag. Perenungan ini mengalir ke arah upaya untuk menemukan nilai-nilai
filosofis yang menjadi identitas bangsa Indonesia. Perenungan yang berkembang
dalam diskusi-diskusi sejak sidang BPUPKI sampai ke pengesahan Pancasila oleh
PPKI, termasuk salah satu momentum untuk menemukan Pancasila sebagai sistem
filsafat.
Pancasila
sebagai Sistem Filsafat adalah kesatuan dari berbagai unsur yang memiliki
fungsi tersendiri, tujuan yang sama, saling keterikatan dan ketergantungan.
Filsafat adalah upaya manusia mencari kebijaksanaan hidup dalam membangun
peradaban manusia. Pancasila adalah ideologi dasar dalam kehidupan bernegara
Indonesia. Pancasila dalam filsafat digunakan sebagai objek dan subjek. Objek
untuk dicari landasan filosofi nya dan subjek untuk mengkritisi aliran filsafat
yang berkembang. Maka dari itu Pancasila harus menjadi orientasi pelaksanaan sistem
politik dan pembangunan nasional.
Kita
sebagai warga negara Indonesia seharusnya mempelajari betul apa makna landasan
filosofi Pancasila dan juga mengkritisi prinsip-prinsip kehidupan kita dengan
melihat Pancasila, bukan ketika ada prinsip hidup kita yang berlawanan dengan
Pancasila kita malah ingin mengganti ideologi Pancasila tersebut.
beberapa
pengertian filsafat berdasarkan watak dan fungsinya sebagaimana yang
dikemukakan Titus, Smith & Nolan sebagai berikut:
- Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. (arti informal)
- Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi. (arti formal)
- Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. (arti komprehensif).
- Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. (arti analisis linguistik).
- Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. (arti aktual-fundamental).
Noor
Bakry menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil
perenungan yang mendalam dari para tokoh kenegaraan Indonesia. Hasil perenungan
itu semula dimaksudkan untuk merumuskan dasar negara yang akan merdeka. Selain
itu, hasil perenungan tersebut merupakan suatu sistem filsafat karena telah
memenuhi ciri-ciri berpikir kefilsafatan. Beberapa ciri berpikir kefilsafatan
meliputi:
- Sistem filsafat harus bersifat koheren, artinya berhubungan satu sama lain secara runtut, tidak mengandung pernyataan yang saling bertentangan di dalamnya. Pancasila sebagai sistem filsafat, bagian-bagiannya tidak saling bertentangan, meskipun berbeda, bahkan saling melengkapi, dan tiap bagian mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri.
- Sistem filsafat harus bersifat menyeluruh, artinya mencakup segala hal dan gejala yang terdapat dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa merupakan suatu pola yang dapat mewadahi semua kehidupan dan dinamika masyarakat di Indonesia.
- Sistem filsafat harus bersifat mendasar, artinya suatu bentuk perenungan mendalam yang sampai ke inti mutlak permasalahan sehingga menemukan aspek yang sangat fundamental. Pancasila sebagai sistem filsafat dirumuskan berdasarkan inti mutlak tata kehidupan manusia menghadapi diri sendiri, sesama manusia, dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
- Sistem filsafat bersifat spekulatif, artinya buah pikir hasil perenungan sebagai praanggapan yang menjadi titik awal yang menjadi pola dasar berdasarkan penalaran logis, serta pangkal tolak pemikiran tentang sesuatu. Pancasila sebagai dasar negara pada permulaannya merupakan buah pikir dari tokoh-tokoh kenegaraan sebagai suatu pola dasar yang kemudian dibuktikan kebenarannya melalui suatu diskusi dan dialog panjang dalam sidang BPUPKI hingga pengesahan PPKI.
Landasan
Pijak Filosofis Pancasila
Pancasila
memiliki 3 landasan pijak filosofis yaitu Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis. Ontologis dalam filsafat adalah tentang hakikat yang paling
mendalam dan paling umum(mendasar). Epistemologis adalah tentang sifat dasar
pengetahuan. Aksiologis adalah tentang penelitian tentang nilai-nilai.
Landasan Ontologis Pancasila adalah pemikiran filosofis atas sila-sila Pancasila sebagai dasar filosofis negara Indonesia. Menurut Sephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, ontology bergadapan dengan sifat makhluk hidup, dimana ada 3 mainstream utama yaitu determinisme, pragmatism, dan kompromisme. Pancasila sebagai dasar filosofis negara Indonesia sebagai Ontologis, pada sila ke:
- Hal kebebasan beragama dan menghormati satu sama lain.
- Setiap orang memiliki martabat, HAM, keadilan yang sama.
- Ada perbedaan tapi tetap satu (rasa kebangsaan Indonesia)
- Sistem demokrasi melalui musyawarah demi tercapainya mufakat untuk menghindari dikotomi mayoritas dan minoritas.
- Seharusnya, tidak ada kemiskinan dalam negara merdeka (adil secara social)
Landasan
Epistemologis Pancasila artinya nilai-nilai Pancasila digali dari pengalaman
bangsa Indonesia yang kemudian disintesiskan melalui pandangan komprehensif
kegidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Menurut Littlejohn dan Foss, pengetahuan muncul melalui rasionalisme dan atau empirisme, yang memiliki 2 tingkatan yaitu pengetahuan mutlak dan pengetahuan relative. Berdasarkan Epistemologi (pengetahuan), Filosofi Pancasila pada sila ke:
- Pengalaman kehidupan beragama bangsa Indonesia.
- Pengalaman ditindas penjajah selama berabad-abad.
- Pengalaman terpecahbelah nya bangsa atas adu domba Belanda melaluit politik Devide et Impera.
- Pengalaman budaya turun menurun bangsa Indonesia dalam bermusyawarah mufakat.
- Pengalaman budaya turun menurun bangsa Indonesia dalam bergotong royong.
Landasan Aksiologis Pancasila artinya nilai atau kualitas yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Pancasila mengandung spiritualitas, kemanusiaan, solidaritas, musyawarah, dan keadilan. Pancasila merupakan sumber nilai untuk memahami hidup berbangsa dan bernegara secara utuh. Nilai-nilai dari Pancasila berdasarkan filosofinya yaitu sila ke:
- Kualitas monoteis, spiritual, kekudusan, dan sakral.
- Martabat, harga diri, kebebasan, dan tanggung jawab.
- Solidaritas dan kesetiakawanan.
- Demokrasi, musyawarah, mufakat, dan berjiwa besar.
- Kepedulian dan gotong royong.
Dinamika
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila
sebagai sistem filsafat mengalami dinamika sebagai berikut. Pada era
pemerintahan Soekarno, Pancasila sebagai sistem filsafat dikenal dengan istilah
“Philosofische Grondslag”. Gagasan tersebut merupakan perenungan filosofis
Soekarno atas rencananya berdirinya negara Indonesia merdeka. Ide tersebut
dimaksudkan sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Ide tersebut ternyata mendapat sambutan yang positif dari berbagai kalangan,
terutama dalam sidang BPUPKI pertama, persisnya pada 1 Juni 1945. Namun, ide
tentang Philosofische Grondslag belum diuraikan secara rinci, lebih merupakan
adagium politik untuk menarik perhatian anggota sidang, dan bersifat teoritis.
Pada masa itu, Soekarno lebih menekankan bahwa Pancasila merupakan filsafat
asli Indonesia yang diangkat dari akulturasi budaya bangsa Indonesia.
Pada
era Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat berkembang ke arah
yang lebih praktis (dalam hal ini istilah yang lebih tepat adalah
weltanschauung). Artinya, filsafat Pancasila tidak hanya bertujuan mencari
kebenaran dan kebijaksanaan, tetapi juga digunakan sebagai pedoman hidup
sehari-hari. Atas dasar inilah, Soeharto mengembangkan sistem filsafat
Pancasila menjadi penataran P-4. Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem
filsafat kurang terdengar resonansinya. Namun, Pancasila sebagai sistem
filsafat bergema dalam wacana akademik,
Kritik
dan renungan dilontarkan oleh Habibie dalam pidato 1 Juni 2011. Habibie
menyatakan bahwa: “Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa
lalu yang tidak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi.
Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa Indonesia. Pancasila
semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan
ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar
di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang
semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik” (Habibie, 2011:
1--2).
Esensi
(hakikat) Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Hakikat
(esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terletak pada hal-hal sebagai
berikut:
- Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk. Artinya, setiap makhluk hidup, termasuk warga negara harus memiliki kesadaran yang otonom (kebebasan, kemandirian) di satu pihak, dan berkesadaran sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang akan dimintai pertanggungjawaban atas semua tindakan yang dilakukan. Artinya, kebebasan selalu dihadapkan pada tanggung jawab, dan tanggung jawab tertinggi adalah kepada Sang Pencipta.
- Hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas 3 monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat kodrat (makhluk individu, sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan) (Notonagoro).
- Hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan terwujud dalam bentuk cinta tanah air, yang dibedakan ke dalam 3 jenis, yaitu tanah air real, tanah air formal, dan tanah air mental. Tanah air real adalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan, bersuka, dan berduka, yang dialami secara fisik sehari-hari. Tanah air formal adalah negara bangsa yang berundang-undang dasar, yang Anda, manusia Indonesia, menjadi salah seorang warganya, yang membuat undang-undang, menggariskan hukum dan peraturan, menata, mengatur dan memberikan hak serta kewajiban, mengesahkan atau membatalkan, memberikan perlindungan, dan menghukum, memberikan paspor atau surat pengenal lainnya. Tanah air mental bukan bersifat territorial karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, melainkan imajinasi yang dibentuk dan dibina oleh ideologi atau seperangkat gagasan vital (Daoed Joesoef, 1987: 18-20)
- Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah. Artinya, keputusan yang diambil lebih didasarkan atas semangat musyawarah untuk mufakat, bukan membenarkan begitu saja pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas.
- Hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif, legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari negara kepada warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara terhadap negara atau dinamakan keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama warga negara (Notonagoro dalam Kaelan, 2013: 402).
Urgensi
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Urgensi
Pancasila sebagai sistem filsafat atau yang dinamakan filsafat Pancasila,
artinya refleksi filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar negara.
Sastrapratedja menjelaskan makna filsafat Pancasila sebagai berikut. Pengolahan
filsofis Pancasila sebagai dasar negara ditujukan pada beberapa aspek. Pertama,
agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai
sila-sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik. Kedua, agar dapat
dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam bidang-bidang yang
menyangkut hidup bernegara. Ketiga, agar dapat membuka dialog dengan berbagai
perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat, agar dapat
menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut paut dengan
kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, serta memberikan perspektif
pemecahan terhadap permasalahan nasional (Sastrapratedja, 2001: 3). Pertanggung
jawaban rasional, penjabaran operasional, ruang dialog, dan kerangka evaluasi
merupakan beberapa aspek yang diperlukan bagi pengolahan filosofis Pancasila,
meskipun masih ada beberapa aspek lagi yang masih dapat dipertimbangkan.
Komentar
Posting Komentar